JPPR Minta Jangan Sampai Orang Meninggal Masih Terdaftar di DPT Pemilu

SEKNASJPPR–Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Nurlia Dian Paramita, menjelaskan, persoalan penduduk yang meninggal tapi masih terdaftar di DPT, disebabkan karena tak memiliki akta kematian.

Menurut JPPR, masalah daftar pemilih tetap (DPT) bukan hanya soal pemilih yang tak memiliki kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), akan tetapi banyak juga data pemilih yang sudah meninggal masuk DPT.

“Penyebabnya, karena KPU dan jajarannya hanya berbasis administratif (dokumen),” kata Paramita, Sabtu (8/7/2023).

Pengalaman pemantauan JPPR pada Pemilu sebelumnya, sosok yang kerap disapa Mita itu menemukan banyak penduduk meninggal yang keluarganya tidak mengurus akta kematian.

“Yang mengurus akta kematian biasanya berkaitan dengan pembagian waris dan lain-lain,” katanya.

Sebab itu Mita mendorong KPU memastikan data pemilih meninggal yang terlanjur masuk DPT segera dihapus.

“Jangan sampai masih terdaftar di DPT. Jadi, KPU perlu melakukan pendekatan lain, seperti pendekatan faktual,” tandasnya.

Seperti diketahui, KPU mengeklaim telah menyiapkan mekanisme agar warga yang meninggal dunia tanpa surat keterangan kematian tidak masuk selama daftar pemilih 2024.

Sebagai informasi, dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) saat ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan de jure, bukan lagi de facto.

“Pantarlih akan diminta untuk berkoordinasi dengan PPS (Panitia Pemungutan Suara) tingkat kelurahan, mengkomunikasikan ke lurah atau kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan kematian,” kata Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon, Kamis (16/2/2023).

Penggunaan metode de jure dalam pelaksanaan coklit di lapangan berangkat dari realitas di lapangan, di mana banyak perubahan demografi tak disertai dengan dokumen legal.

Coklit yang dilakukan tanpa berpegang pada dokumen legal dikhawatirkan justru dapat membuat hak pilih warga negara lenyap.

Sebagai contoh, orang yang selama proses coklit tidak dapat ditemui karena sedang berada di luar domisili dengan beragam kepentingan.

Jika hanya mengacu pendekatan de facto, maka orang itu otomatis dicoret dari daftar pemilih.

Namun, Betty menyebut, dengan metode saat ini, KPU tidak bisa serta-merta mencoret orang tersebut karena tidak ada dokumen legal yang menyatakannya pindah.

“Nah itu kan harus dibuktikan. Itu harus valid,” ujar Betty.

Sebelumnya, masalah ini disinggung oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang melihat ada kerawanan dari metode de jure yang digunakan dalam proses coklit. 

Artikel ini telah terbit di https://www.pojoksatu.id/nasional/1081764385/jppr-minta-jangan-sampai-orang-meninggal-masih-terdaftar-di-dpt-pemilu

@2023 Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat