DPR sahkan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) pada 14 Februari 2024. Kesepakatan yang diambil bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu tersebut, diambil pada Rapat Dengar Pendapat di Gedung Komisi II DPR, Senin, (24/1/2022).
Setidaknya di awal tahun 2024 akan dilaksanakan Pemilu yakni Pemilihan Legislatif DPD, DPR, DPRD Provinsi, dan DPR Kabupaten/Kota serta Pemilihan Presidan dan Wakil Presiden, sedangkan Pilkada akan dilaksanakan pada 34 Provinsi ditambah 514 kabupaten/kota di akhir tahun tersebut.
Menyambut Pemilu 2024, JPPR wajib melasakan serangkaian program Pendidikan Pemilih untuk seluruh rakyat Indonesia, dimana agenda ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran politik dan meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Pemilihan para calon legislatif dan eksekutif harus tersaring dengan benar, masa depan demokrasi Indonesia ada di tangan pemilih, suara dari generasi muda yang memegang kendali masa depan bangsa ini. Karenanya, generasi muda tidak boleh acuh, tidak boleh cuma berpikiran negatif terhadap pemilu.
Tujuan pendidikan politik adalah agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, anti-korupsi, serta membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya (Affandi, 2019).
Itulah mengapa Sosiologi politik kemudian menjadi aspek paling penting, karena setiap hidup manusia tidak terlepas dari bagaimana cara seseorang memperoleh kekuasaan, pengakuan, status sosial, dan upaya untuk mempertahankan tersebut. Ilmu sosiologi politik lahir sebagai bagian dari masyarakat yang mengkaji antara kehidupan masyarakat dengan keputusan yang diambil penguasa.
konsep-konsep sosiologi politik bersifat dinamis dan mengikuti bagaimana perkembangan zaman, termasuk realitas kuasa terhadap rakyat yang tidak berpihak. Disamping itu kuasa pemerintah hasil poltiklah kebijakan-kebijakan diciptakan, kebijakan yang diperlukan hari ini adalah kebijakan yang berkeadilan. Adil dalam masyarakat dan lingkungan hidup.
Politik lingkungan hidup
Mongabay merilis penelitian dari Puspa Delima Amri, peneliti CSIS mengatakan, masalah kerusakan lingkungan makin jadi topik penting di Indonesia, terutama sejak isu kebakaran hutan 2015-2016. Pemerintah saat ini, katanya, juga berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29-41% pada 2030. Puspa mengatakan, sedikit sekali partai yang spesifik menyebut lingkungan hidup sebagai satu isu utuh. Isu lingkungan dalam visi misi partai politik cenderung menempel pada isu ekonomi. Biasanya, mereka menyebut kalimat membangun sistem perekonomian nasional berkeadilan, berwawasan lingkungan dan berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam secara tepat guna dan berdaya guna. Juga membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
Narasi Krisis iklim dan keruskan lingkungan hidup merupakan Langkah ‘langka’ yang diperlihatkan oleh kandidat. Oleh sebab itu diperlukan Langkah strategis untuk para pemilih khususnya pemilih pemula yang selektif dalam memilih para calon legislatif dan eksekutif pada pemilu 2024.
Pendidikan untuk rakyat sangat penting dilakukan sehingga masyarakat yang ada bisa berperan aktif ntuk melihat realitas suatu negara serta kebijakan yang harus diambil untuk keberpihakan terhadap lingkungan hidup dan mensejahterakan masyarakat .
Selain itu ada hal yang patut diperhatikan adalah tentang APK (Alat Peraga Kampanye) dalam Pasal 32 ayat 2 Peraturan KPU nomor 23 tahun 2018 disebutkan, alat peraga kampanye meliputi: baliho, billboard, atau videotron,spanduk dan/atau umbul-umbul. Semua itu biasanya menggunakan plastik. Diperlukan juga pengawasan yang ekstra bagi Bawaslu untuk selalu mengingat tentang KPU telah menetapkan masa kampanye Pemilu pada 28 November 2023 – 10 Februari 2024. Selama jadwal belum dimulai maka APK apapun dilarang.
APK terlalu banyak memakai spanduk plastik yang membuat banyak limbah plstik setelahnya,serta dikwatirkan pewarna yang terbuat dari bahan kimia bisa merusak lingkungan sekitarnya,apalagi yang yang sering terjadi pemakain paku dipohon, yang sering terlupa adalah Pohon merupakan Makhluk Hidup bukan benda mati. Makanya dalam etika politik dalam hal Pemasangan Alat Peraga Kampanye Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan etika, Estetika, kebersihan dan keindahan serta ramah lingkungan di kota atau kawasan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Al Bawi, Koordinator SEKPROV Kalimantan Selatan