Indonesia akan menyelenggarakan pemilu serentak pada tahun 2024 mendatang untuk pemilihan Presiden, anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten / Kota, DPD, dan Kepala Daerah pada berbagai tingkatan sebagaimana yang diamanatkan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Pelaksanaan Pemilu Serentak pada era demokrasi digital saat ini menimbulkan beberapa pertanyaan, khususnya pada tahapan kampanye yang diantaranya adalah, apa tantangan yang akan dihadapi pengawasan digital dalam proses demokrasi tahun 2024? Apa yang bisa disumbangkan teknologi dalam mendorong modernisasi politik dan demokratisasi di Indonesia? Apa yang harus dilakukan lembaga yang berwenang dalam peningkatan kapasitas pengawasan kampanye berbasis digital?.
Kampanye dan Perkembangannya Dalam Jaringan
Kampanye merupakan kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan citra diri dari Partai Politik, Calon Anggota Legislatif, Calon Anggota Perseorangan maupun Calon Pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang telah ditetapkan sebagai peserta pemilu. Dalam menjangkau para konstituen partai politik dan masyarakat umum, kampanye berbasis digital dianggap cukup efektif untuk merealisasikan program kampanye. Disamping akses perangkat internet dan gadget yang begitu mudah diakses oleh masyarakat, kampanye berbasis digital dianggap lebih masif dan memakan biaya yang cukup relatif kecil. Instagram, Facebook, Twitter dan tiktok menjadi platform media social yang paling banyak dipilih dalam pelaksanaan kampanye berbasis digital.
Media sosial menjadi salah satu wadah distribusi informasi masif yang menjangkau 90% bagian dari wilayah negara kita, pemanfaatan media sosial tidak hanya dapat dinikmati oleh individu maupun golongan tertentu. Tercatat 190 juta masyarakat Indonesia menjadi usser (pengguna) aktif media sosial yang tercatat pada Januari 2022 (Pahlevi, 2022). Berdasarkan usia, pengakses jejaring internet tertinggi berada di kelompok usia 13-18 tahun. Kemudian hampir seluruhnya sekitar (98,17%) kelompok usia tersebut terhubung ke internet. Selanjutnya, kelompok usia 19-34 tahun tercatat pengakses internet sebesar 98,64%. Kelompok 35-54 tahun lalu sebesar 87,3%. Anak-anak berusia 5-12 tahun bahkan jumlah pengakses internet sebesar 62,43%. Kelompok umur 55 tahun ke atas tercatat sebagai pengakses internet terendah dengan jumlah sekitar 51,73%.
Melihat data pengguna internet berdasarkan usia, pemilih pemula yakni 17-21 tahun mendominasi dengan angka tertinggi. Dengan melihat keaktifan pemilih pemula sebagai pengguna media sosial menjadikan media sosial wadah yang sangat tepat untuk mengenalkan bakal calon melalui kampanye media sosial. Selaras dengan hal tersebut, penggunaan media sosial sebagai wadah kampanye dalam pemilu merupakan suatu hal yang ringkas, tepat sasaran dan efektif karena mengandung komunikasi dua arah bagi para kandidat dan masyarakat untuk berinteraksi secara langsung dan membangun kedekatan serta citra diri dari kandidat peserta pemilu. Penggunaan media sosial sebagai gerakan masif kampanye kemudian menimbulkan efek praktis dan menajamkan celah bagi Tim kampanye untuk mencari cara dalam menguasai wadah tempat ajang promosi diri.
Praktik dan Regulasi Kampanye Digital
Berdasarkan Pasal 35 Peraturan KPU Nomor 23 tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum menyebutkan bahwa kampanye pemilu di Indonesia dapat dilakukan melalui media sosial. Jumlah akun resmi yang dapat digunakan dalam aplikasi untuk saat ini dalam peraturan tersebut tidak lebih dari 10 (sepuluh) akun untuk setiap jenis aplikasi yang didaftarkan ke KPU di tiap tingkatan, Bawaslu sesuai tingkatannya, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tingkatannya. Adapun isi materi memuat visi misi dan program peserta pemilu; desain yang dapat diunggah dan disebarkan berberupa tulisan, suara, atau gabungan antara tulisan, gambar suara, karakter interaktif dan yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan. Aturan lain adalah mengenai waktu, hanya disebutkan wajib ditutup Ketika hari terakhir masa kampanye.
Praktek kampaye digital menggeliat bahkan menjadi alat kampanye paling banyak digunakan oleh partai politik tidak terlepas pula dengan pengguaan kampanye media digital seperti: : 1. social media campaign, 2. digital campign, dan integrated marketing comunication hal ini bisa dilihat dari aktivitas setiap partai politik bahkan partai politik memiliki akun dan sosial media seperti: Instagram, Twitter, Youtube, tiktok, hingga media konvensional seperti televisi, koran dan radio ini hal ini dilakukan untuk: meciptakan hubungan dengan konsumen, 2. Meningkatkan brad awareness, 3. Meningkatkan traffic web site, mendorong daya minat beli, melibatkan brand secara keseluruhan (Digital Marketing, 2022), sisi lain tujuan partai politik membuat berbagai akun dan sosial media adalah untuk kepentingan mencapai tujuan partai politik seperti: 1. Sarana komunikasi partai politik dengan masyarakat luas, 2. Mengenalkan tokoh partai ke publik (masyarakat) seklaigus mengenalkan visi, misi, program kegiatan ke ruang publik, 3. Menarik dan merebut simpatisan masayrakat, 4. Membuat propaganda dan opini yang di ruang publik.
Efektifitas Pengawasan & Pencegahan
Saat ini aturan yang lebih mendetail mengenai kampanye di media sosial masih dalam pembahasan. KPU sedang menggodok aturan kampanye melalui media sosial dalam rangka persiapan pilkada serentak 2024 sekaligus melihat tingginya penggunaan media sosial sebagai alat kampanye. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi saling serang pribadi maupun menyangkut isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan ujaran kebencian (Black Campaign).
Pengawasan kampanye berbasis digital harus menajdi perhatian serius dalam penangannya untuk mencegah pelanggaran praktek kampanye digital, bawaslu sebagai lembaga pengawasan dalam pemilu memiliki peran yang cukup penting dalam praktik pemilu untuk menjamin pemilu berkepastian hukum adil, akuntabel dan berjalan sesuai dengan koridor dan berpegang pada prinsip besifat langsung, umum, bebas, adil, dan rahasia sesuai dengan perundang-undangan pengawasan yang dilakukan dalam masa kampanye dan di luar jadwal kampanye berbasis digital sangat penting untuk mencegah dan mengurangi terjadinya pelanggaran pemilu seperti kecurangan, manipulasi, atau mal praktik baik dilakukan oleh penyelenggara pemilu maupun peserta pemilu.
Perlu dan pentingnya efektivitas pelaksanaan tugas bawaslu dalam menganalisis tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan kampaye berbasis digital sepeti 1. social media campaign, 2. digital campign, dan integrated marketing comunication melalui integrasi akun dan sosial media Instagram, Twitter, Youtube, tiktok, hingga media konvensional seperti televisi, koran dan radio sehingga melahirkan kualitas penyelenggaraan pemilu yang baik yakni dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia (LUBER), jujur dan adil (JURDIL),
Penulis, Adho Rizky Fillemo