Masa pemilu yang kini sudah semakin dekat membuat ruang digital khususnya Sosial Media menjadi semakin ramai diperbincangkan. Nama-nama kandidat bakal calon sudah mulai bermunculan dan isu – isu telah dimainkan. Dari sudut warung kopi sampai ruang kerja tiada bosan jika membahas perkembangan politik yang ada.
Telah mulai banyak orang yang seperti paranormal yang bisa membaca masa depan hasil pemilu 2024, dari siapa akan berpasangan dengan siapa, siapa yang akan menang dan siapa yang kalah. Belum lagi soal isu pemilihan nanti akan dilakukan tertutup atau terbuka, semua menerka-nerka. Akan seperti apa pemilu nantinya.
Tidak ada yang salah dari kejadian di atas tersebut dalam proses demokrasi yang dianut oleh negara kita. Justru begitulah demokrasi, dimana rakyat adalah sebagai sebenar-benarnya pemegang kekuasaan. Karena itu membuktikan rakyat kita yang berada di sudut warung kopi bahkan sampai ruang kerja masih memiliki kepedulian akan nasib bangsa dan negara.
Justru yang menjadi pertanyaan bagaimana dengan para wakil rakyat yang menjabat sebagai legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Akankah lembaga-lembaga formal negara tersebut akan turut berpartisipasi dalam kontestasi politik secara aktif menggunakan segala perangkat yang ada untuk memenangkan salah satu peserta pemilu nantinya.
Akan sangat tidak adil bagi peserta pemilu yang belum memiliki perwakilan di lembaga negara yang ada jika demikian adanya. Tentu hal ini menjadi sebuah momok yang mengkhawatirkan apabila kita tidak pandai mengelola konflik yang ada dalam proses demokrasi di negara yang kita cintai.
Pilgub DKI Jakarta tahun 2017 dan Pemilu tahun 2019 cukup sudah menjadi pembelajaran kita bersama bagaimana proses demokrasi mengganggu ruang nyaman kita untuk saling berinteraksi sebagai sesama anak bangsa yang saling bertetangga. Namun, dari dua kejadian tersebut kita masih bisa dikatakan cukup sukses dalam proses demokrasi dimana negara lain juga mengakui bahwa dengan adanya rekonsiliasi antara pihak yang menang dengan pihak yang kalah bersatu dalam struktur pemerintahan membuktikan bahwa telah terjadi kedewasaan dalam sistem berpolitik.
Oleh karena itu, kita sebagai rakyat dituntut untuk cerdas dalam membaca arah dan pergerakan politik yang ada. Terutama dalam mengusung calon kandidat kontestan pemilu nanti. Jangan sampai tertipu dengan penampilan, retorika dan materi semata. Kita perlu melakukan check and recheck track record atau latar belakang orang yang akan kita pilih nanti.
Isu politik identitas bisa jadi hanya sebagai upaya pemberian label oleh peserta pemilu yang memiliki kekuatan politik formal, bahkan sudah banyak terlihat para pejabat tidak benar-benar bekerja secara serius dengan tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Melainkan hanya menjalankan formalitas agar sesuai dengan jabatan yang sedang dijalani, tapi sibuk bersiap untuk mempertahankan jabatan atau mencari jabatan lainnya yang lebih tinggi dari jabatan yang sekarang diembannya.
Penulis Syamsul A.