PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) 55/ PUU-XVIII/2020 yang mengabulkan sebagian gugatan Pasal 173 ayat (1) UU 7 tahun 2017 mengenai Pemilihan umum, memutuskan bahwa partai politik yang sudah dinyatakan lulus verifikasi di 2019 tidak perlu diverifikasi ulang untuk lolos sebagai peserta pemilu selanjutnya.
Mereka yang sudah lolos parliamentary threshold tidak perlu lagi menjalani verifikasi faktual cukup verifikasi administrasi yang berarti hanya mengumpulkan dokumen syarat formal sebagai kelengkapan saat mendaftar nanti.
Putusan ini menarik untuk dicermati mengingat pada pemilu 2019 MK memberikan keputusan bahwa semua partai yang hendak mendaftar sebagai peserta pemilu akan diverifikasi faktual guna memenuhi kesiapan mesin partai dalam berlaga. KPU RI telah secara resmi mensosialisasikan PKPU 4/2022 Tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu (Kamis 27/7/2022).
Salah satu aspek kebaruan dari pendekatan yang dilakukan ada tiga hal pertama, Pendaftaran dilakukan secara terpusat melalui KPU RI, kedua pendaftaran melalui Sipol sebagai syarat bukan kewajiban, selain paperless, mampu mempermudah Parpol untuk segera mengunggah berkas anggota sekaligus lebih mudah dalam melakukan aspek monitoring, ketiga Verifikasi administrasi dilakukan oleh KPU, hasil admin diklarifikasi sesuai tingkatan.
Hasil Survei LP3ES (5/5/2021) mengenai kinerja lembaga Politik seperti Partai Politik berada penilaian rendah atau kurang memuaskan dari masyarakat hingga 53,3 persen berikut DPR (55,2 persen) dan DPRD (59,55 persen). Tentu hal ini merupakan pukulan bagi kelembagaan partai politik yang menurut Azyumardi Azra (2019) justru mengantarkan pada perkembangan flawed democracy (demokrasi cacat).
Pendaftaran dimulai masa tahapannya pada 1-14 Agustus 2022 yang dilanjutkan dengan Verifikasi Administrasi kemudian Verifikasi Faktual, menjadi babak awal ajang kompetisi calon peserta pemilu.
Urgensi Verifikasi Faktual
Pelaksanaan Verifikasi Faktual berdasarkan pada regulasi UU 7 tahun 2017 pasal 173 bertujuan untuk menyeleksi keprofesionalan institusi parpol dalam kesiapan mengikuti kontestasi elektoral untuk dapat dinyatakan sebagai peserta pemilu. Termasuk mendorong kemandirian parpol dalam melakukan proses pendaftaran secara online. Teknisnya melalui aplikasi Sipol yang dapat digunakan untuk mengunggah SK Kemenkumham yang berisikan kepengurusan dan jumlah keanggotaan DPW dan DPD.
Verifikasi Partai Politik ini menjadi mekanisme awal penentuan kekuatan peta keanggotaan dan kekuatan struktur partai politik di tingkat daerah. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu 2019, terdapat perbedaan dasar penentuan verifikasi faktual yang dilakukan oleh KPU kepada Partai Politik peserta pemilu.
PAN, PBB, Nasdem, Demokrat dan Hanura merujuk kepada pada data Sipol yang terdaftar berbasis Kemenkumham. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perubahan kepengurusan yang belum terdaftar kembali kepada SK Kemenkumham. Sedangkan, PKB, PDIP, PKS, PPP dan PKPI merujuk pada data Kemenkumham karena tidak ditemukan perbedaan di lapangan.
Salah satu yang menyebabkan perbedaan itu adalah jumlah basis data keanggotaan. Gerindra misalnya terdapat perbedaan basis verifikasi yaitu di Kemenkumham 493 orang, SIPOL 312 dan Penyampaian KPU sebanyak 308 orang.
Merujuk kepada data ini dapat menjadi evaluasi penting untuk memastikan bahwa ketentuan syarat verifikasi parpol baik secara administrasi dan faktual, memungkinkan untuk terjadi perubahan. Hal ini menandakan bahwa Parpol secara institusi belum mampu memastikan ketersediaan keanggotaan secara valid. Karena sejak waktu input Sipol hingga menuju verifikasi faktual terdapat perbedaan data akibat revisi kepengurusan hanya berlangsung kurang lebih 3 bulan.
Apabila dalam pelaksanaan verifikasi faktual terdapat data yang tidak sesuai dengan awal pendaftaran, mengindikasikan institusi parpol belum sepenuhnya mampu dalam melakukan kapasitas dan kapabilitas kepengurusannya.
Membutuhkan Partisipasi
Dalam kajian Masykurudin Hafidz (2012) pelaksanaan verifikasi keanggotaan partai politik di tingkat kabupaten kota merupakan titik spot paling rawan terjadi kompromi politik antara tim verifikator KPU dan partai politik. Sementara hasil survei Litbang Kompas (25/7/2022) mengatakan bahwa sebanyak 61 persen responden setuju bahwa kantor dan kegiatan partai politik hanya aktif menjelang pemilihan umum.
Hasil Temuan Seknas JPPR (3/11/22) yang tersebar di beberapa provinsi melalui koordinator daerah (korda) menyebutkan bahwa dalam hal verifikasi faktual keanggotaan partai politik masih ada anggota partai politik yang tidak dapat ditemui di lapangan dengan alasan pergi bekerja, keluarga yang dirumah pun tidak dapat menunjukkan atau menginformasikan yang bersangkutan apakah anggota parpol atau bukan. Termasuk masih adanya orang yang difaktualkan namun yang bersangkutan tidak mengakui sebagai anggota parpol sehingga hal ini menjadi preseden bahwa parpol seakan-akan tidak mempunyai anggota yang resmi dan pasti.
Dalam hal ketersediaan alamat kantor, masih ada sekretariat partai politik yang ditelusuri secara langsung ternyata tidak sesuai dengan alamat kantor yang tercantum dalam sipol. Melihat hasil temuan lapangan ini, partai politik masih punya kesempatan untuk memperbaiki hasil mekanisme faktual yang dikatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) hingga proses perbaikan Rabu 23 November 2022.
Dengan harapan bahwa semua parpol calon peserta pemilu mampu memenuhi syarat dengan kualifikasi yang ditentukan. Hal yang lebih penting lagi adalah tidak mencatut NIK warga hanya demi keterpenuhan syarat untuk melaju menjadi peserta pemilu 2024. Semoga.
Nurlia Dian Paramita, Penulis adalah Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)
Artikel ini sudah pernah dipublikasikan di https://rmol.id/read/2022/11/04/552908/masa-verifikasi-faktual-partai-politik-2024