Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat atau JPPR di delapan daerah menemukan berbagai dugaan pelanggaran yang terjadi selama masa tenang Pilkada 2024, pada 24–26 November 2024. Pelanggaran itu mulai dari politik uang, hingga kampanye di media sosial dan media cetak yang dilakukan oleh pasangan calon kepala daerah, tim pemenangan, ataupun sukarelawan.
Wakil Manajer Pendidikan Pemilih JPPR Guslan Batalipu mengatakan, pemantauan selama masa tenang Pilkada dilakukan di delapan daerah, yaitu Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Maluku Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Barat, dan DKI Jakarta.
Dari pemantauan itu, JPPR menemukan adanya praktik kampanye terselubung yang dilakukan pasangan calon (paslon), tim pemenangan, ataupun sukarelawan paslon dengan beragam modus.
“Modus yang ada, misalnya, paslon terlibat sebagai tamu ataupun pengurus dalam agenda tertentu yang sudah di-setting, serta kampanye melalui media sosial dan media cetak,” kata Guslan pada acara ”Ngoppi Yuk, Ngobrol Pemantauan Pilkada yang Urgent dan Krusial”, di Jakarta, pada Rabu (27/11/2024).
Ia menyebutkan, kampanye di media sosial dilakukan oleh tim sukses ataupun tim yang selama ini diketahui sebagai tim kreator pasangan calon dalam Pilkada. Kampanye itu berupa video melakui akun TikTok dan Instagram pribadi tim sukses.
Misalnya, kampanye dilakukan oleh timses paslon nomor 1, Sumatra Utara, Bobby Nasution-Surya. Kampanye itu dilakukan oleh akun Instagram @Bams_Marpaung. Setelah dicek pada Rabu (27/11/2024) sore, postingan tersebut sudah tidak ada.
Padahal, berdasarkan PKPU Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kampanye Pilkada, segala bentuk kampanye, termasuk iklan ataupun konten kampanye melalui media sosial dilarang selama masa tenang. “Semua media, baik cetak, elektronik, media sosial, ataupun lembaga penyiaran dilarang menerbitkan iklan atau konten yang berkaitan dengan citra peserta Pilkada,” kata dia.
Pelanggaran lain yang ditemukan selama masa tenang adalah adanya praktik pemberian uang ataupun barang yang dilakukan oleh tim kampanye atau sukarelawan pasangan calon kepala daerah di Sumatra Utara. JPPR juga menemukan keberpihakan terhadap paslon petahana yang difasilitasi oleh pemerintah dalam bentuk acara seremonial.
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, JPPR menilai tindakan pelanggaran yang dilakukan pada masa tenang oleh seluruh pasangan calon, tim pemenangan, ataupun sukarelawan tidak dibenarkan karena telah melanggar PKPU Nomor 13 tahun 2024 tentang Kampanye Pilkada.
Selain itu, menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih telah melanggar Pasal 187 ayat 1 Undang-undang Pilkada. “Padahal, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah mengingatkan terkait aturan pada masa tenang, terakhir pada 24 November 2024,” kata Guslan.
Guslan menilai, pasangan calon, tim sukses, ataupun relawan diduga tidak memahami ketentuan PKPU ataupun tidak punya keinginan untuk mematuhi aturan terkait larangan kampanye pada masa tenang dan larangan politik uang.
JPPR menyerukan agar Bawaslu bertindak tegas terhadap berbagai pelanggaran tersebut. Tindakan seperti pembagian uang dan sembako selama masa tenang dinilai sebagai pelanggaran serius yang dapat berujung pada pidana.
“Kami mendorong Bawaslu di setiap daerah untuk segera menindaklanjuti laporan ini. Bukti-bukti berupa foto, transfer uang, dan laporan masyarakat akan kami serahkan kepada Bawaslu untuk penelusuran lebih lanjut,” ujar Guslan.
Menurut Guslan, minimnya pengawasan pada masa tenang menciptakan peluang bagi paslon dan tim sukses mereka untuk melakukan kecurangan. “Kami berharap KPU dan Bawaslu dapat menegakkan aturan secara konsisten demi menjaga kepercayaan publik terhadap proses demokrasi,” kata dia.
Selain itu, JPPR menemukan distribusi logistik pemilu yang bermasalah. Di Blora, Jawa Tengah misalnya, dari 86 kotak suara yang tersedia, terdapat empat kotak suara tidak tersegel, dan 26 kotak suara dalam kondisi basah.
Menurut Guslan, kondisi logistik pemilu yang bermasalah ini dapat menimbulkan kecurigaan publik terhadap integritas proses Pilkada.
Sumber : kompas.id